Selasa, 05 Februari 2013

Pena Cinta


dakwatuna.com Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah, karena di dalamnya ada banyak hikmah. Pernikahan merupakan fitrah setiap manusia. Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang berpasang-pasangan. Setiap jenis membutuhkan pasangannya. Seorang lelaki membutuhkan wanita, begitu pun sebaliknya, wanita membutuhkan lelaki. Ini adalah fitrah yang berikan kepada manusia.
Islam diturunkan Allah SWT untuk menata hubungan kedua insan agar menghasilkan sesuatu yang positif bagi umat manusia dan tidak membiarkannya berjalan semaunya sehingga menjadi penyebab bencana.

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar Rum: 21).

<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>



Cinta tidak pernah meminta, ia senantiasa memberi,
 cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. 
Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.
Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, 
dua tangan untuk memegang,
 dua telinga untuk mendengar 
dan dua mata untuk melihat. 
Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? 
Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya.
 Itulah namanya Cinta. 
::: syair Mahabbah karya Rabiah Adawiyah :::

Bismillahirrahmanirrahim..... 

Sungguh indah Pagi ini... Langit yang cerah dengan pancaran sinar matahari yang lembut menyapa hari ini. Dengan penuh rasa syukur, Kau wujudkan salah satu keinginanku untuk menyempurnakan setengah dari agamaku, kau hadirkan pria pilihanMu, diskusi yang terus tersampaikan disetiap istiqarahku pada Mu untuk menambah keyakinan ini. dengan proses yang penuh rasa yang diisi dengan suka dan duka dengan penuh kesabaran dan banyaknya tanda tanya dalam diri ini..dan kini Kau jawab semua pertanyaan itu. "Ya Alla, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, apa saja nikmat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu.Maka bagiMu segala puji dan bagimu segenap rasa syukur atas nikmat itu"

Derap langkah yg sedikit berlari untuk mengecek kesiapan hajat hari ini, terlihat kesibukan disudut-sudut rumah, akupun melakukan persiapan dengan detak jantung yang berdegub menanti saat yang indah itu tiba.....  


Ya Rabbi...seperti mimpi rasanya, nikmat yang sungguh indah, yang akan menjadi sejarah terindah dalam hidupku, dengan pena cinta yg akan terus ditorehkan hari demi hari mencatat sejarah cinta antara aku dengan nya..... Dua jiwa yang akan melebur menjadi satu dalam kesucian cinta karenaNya...




sabtu, 17 November 2012 pukul 09.00 wib, Menjadi hari bersejarah dalam kehidupanku dan dia.. dag..dig..dug... jantung ini terus terpacu, Saat ijab diucapkan, tidak hanya keluarga, sahabat dan sanak saudara yang menjadi saksi atas pernikahan ini, tapi para malaikatpun ikut menjadi saksi.

Ya Allah, Ya Rahman..Kau berikan pendamping untukku seseorang yang luar biasa, yang penuh kesabaran, yang bisa menyenangkan hati dan pandangan. Kini saatnya bersama membangun bahtera rumah tangga yg islami. yang memiliki visi misi sebagai pondasi, yang akan melahirkan bibit generasi yang handal, dan yang akan melanjutkan estafet dakwah selanjutnya. dengan kelembutannya, dengan kecerdasan yang dimilikinya yang akan terus membimbing keluarga ini menuju jannahnya Allah.

Ya Allah Bimbinglah terus diri ini agar aku bisa menjadi Istri sebaik-baik baginya, yang bisa menyenangkan hati dan kesejukan dalam berbagai kondisi kehidupan. sehingga terwujud keluarga sholeh, sakinah mawaddah, warrahmah yang menjadi madrasatul ula bagi jundi-jundi kecil kami kelak insyaAllah. seperti apa yang kami harapkan dan Berkahilah dengan limpahan cinta dariMu.


Minggu, 07 Oktober 2012

Tetap Semangat Menanam Bibit Kader Dakwah

Membina adalah amal yang sangat utama.

"sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalanNya dalam barisan yg teratur, seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh (Ash-Shaff :4)

Puji syukur kepada Allah swt. yang telah menguatkan kedudukan para penolong agama-Nya. Selawat serta salam semoga tercurah kepadajunjungan kita, Nabi Muhammad saw; sesosok murobbi yang sukses sepanjang zaman... menularkan semangat dengan mengutip tulisan dari sebuah buku yang memberikan motivasi untuk para pemegang estafet dakwah, para murabbi yang luar biasa dan ana pribadi...

diingatkan lagi niy tentang materi halaqah tentang pentingnya membina,, ^^

Saking pentingnya membina, Rasulullah menghabiskan sebagian usianya untuk membina, baik dari darul arqam (mekah), maupun dimasjid nabawi (madinah), mulai dari golongan muda sampai golongan tua. inilah tugas utama dari para nabi dan para pengikutnya hingga saat ini. Membina adalah pekerjaan yang memerlukan waktu khusus dan dikhususkan. membina juga merupakan pekerjaan utama dan diutamakan. Imam asy-syahid Hasan Al-Banna pernah mengatakan, " pekerjaan utama seorang kader adalah sebagai da'i sebelum pekerjaan sebelumnya."
jika demikian halnya maka anugrah usia yang kita miliki adalah untuk membina, menelurkan, mengerami, menetaskan, lalu memberdayakan. sebagai seorang murabbi mengambil manfaat maka begitu pula hendaklah mutarabbi menerima manfaat. kata bersahut dan hati berpaut.

jadi, kesimpulannya adalah membina merupakan pekerjaan yang mulia, karena membina adalah pekerjaan kekasih Allah. orang-orang yang melanjutkan estafet perjuangan para rasul dalam membinapun akan mendapatkan keutamaan disisi Allah.

seorang sahabat pernah bertanya kepada umar r.a., "akankah Allah menurunkan azab kepada suatu kaum sementara disana masih ada orang yang beramal saleh?" umar r.a menjawab "iya". "kapan hal itu terjadi?" tanya sahabat itu kembali. umar menjawab, "ketika kejahatan mengalahkan kebaikan atau kejahatan lebih dominan dari kebaikan."

Membina dimaksudkan untuk menopang pilar-pilar kebangkitan umat dan menghasilkan kader-kader militan, cerdas, serta tangguh yang siap menerima estafet dakwah yg kelak dikemudian hari akan berada di genggamannya.
semoga bermanfaat.. ^__^

* sumber : Manajemen Halaqah Efektif ; M. Sajirun

Ternyata Beda looh... !!!


Antara Tunangan dan Khitbah

Di dalam masyarakat kita saat ini, kita sering mendengar istilah pertunangan sebagai salah satu proses yang ditempuh menjelang pernikahan. Kesan yang kita tangkap dari istilah ini adalah perjanjian dua orang manusia yang berbeda jenis untuk hidup dalam ikatan perkawinan. Pertunangan ini biasanya dilaksanakan setelah sekian lama berpacaran dan merasa ada kecocokan di antara kedua belah pihak. Kalau dalam pacaran baru sebatas merasa saling memiliki, dalam fase pertunangan ini keduanya sudah menjanjikan untuk hidup bersama, dalam ikatan pernikahan.

Ingat, jangan mudah tertipu, ini hanya perjanjian untuk menikah, bukan menikah. Dan ini bukan definisi, melainkan hanya sekedar kesan yang bisa kita rasakan.

Bagi sebagian orang Islam, pertunangan ini dianggap sama dengan khitbah, atau lamaran. Khitbah atau lamaran sendiri artinya adalah permintaan dari pihak lelaki kepada wali pihak wanita untuk menikahi si wanita tersebut. Memang perbedaan antara tunangan dan lamaran bagi sementara orang sangat tipis, sebab keduanya adalah sama-sama salah satu tahap pra nikah. Tetapi kalau dicermati ada perbedaan di antara keduanya yang cukup signifikan. Berikut ini adalah beberapa fakta perbedaan antara tunangan dan khitbah.

Pertama; Dalam hukum Islam, lamaran itu disampaikan kepada wali calon mempelai wanita, khususnya jika ia masih gadis. Sedangkan dalam tunangan tidak ada aturan agar tunangan itu disampaikan kepada walinya. Pernyataan tunangan itu bisa disampaikan kepada wali, ibu, kakak perempuan, atau bahkan calon mempelai itu sendiri.

Kedua, dalam ajaran agama Islam, jika lamaran itu diterima maka proses pernikahan akan diusahakan bisa dilaksanakan secepatnya. Soal rentang waktu memang relatif, tergantung kesiapan masing-masing individu. Tetapi pada umumnya tidak sampai hitungan tahun sudah kelar. Persoalan yang biasa cukup menghambat adalah persiapan resepsi yang membutuhkan dana cukup besar. Sedangkan dalam tunangan, pernikahan itu masih cukup jauh jaraknya, bahkan bisa bertahun-tahun.

Ketiga, orang yang sudah melamar seorang wanita tetap akan menjaga diri dalam bergaul dengan calon pengantin wanitanya. Karena keduanya belum terikat pernikahan maka keduanya masih haram untuk bertemu, berdua-duaan di tempat yang sepi.

Sementara kebiasaan yang terjadi pada tunangan, orang yang sudah saling bertunangan akan semakin mengeratkan hubungan mereka. Mereka akan semakin sering bertemu, kirim kabar, atau yang semisalnya. Kadang-kadang dalam beberapa hal sudah saling menanggung urusan tunangannya, seperti dalam jual beli dan hutang piiutang. Bahkan hal yang dilarang dalam masa pasca lamaran bisa dianggap boleh oleh pasangan yang telah bertunangan. Hingga tak jarang di antara pasangan yang bertunangan ini ada yang telah melakukan pola kehidupan layaknya suami isteri. Hal ini sudah tidak mengejutkan lagi dalam kehidupan masyarakat saat ini. Mereka berani melakukan demikian karena merasa sudah pasti akan dilakukannya ikatan pernikahan.

Keempat, lamaran didasari tekad yang kuat untuk mengikat tali pernikahan. Untuk menambah kuatnya hasrat untuk menikah ini disyari’atkan untuk nadhar (melihat) calon mempelai sebelum adanya lamaran. Dasarnya adalah hadis nabi

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

Apabila salah seorang di antara kalian melamar seorang wanita, jika mampu untuk melihatnya agar mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah (HR Abu Dawud)

Adanya syari’at untuk melihat calon pasangan sebelum melamar ini karena di dalam lamaran kedua belah pihak belum akrab. Tetapi ini pun bukan sebuah persyaratan yang harus dilalui. Andaikata hanya dengan melihat foto, atau mendapat cerita dari orang kepercayaannya sudah cukup, maka dengan cara demikian pun boleh saja. Bahkan tidak melihat dan tidak mengetahui sama sekali calonnya, karena begitu tinggi tawakkalnya, itupun boleh.

Sementara pertunangan tidak akan ada ajaran nadhar, sebab sejak bertahun-tahun lamanya sudah saling melihat, saling menyapa dan bergaul, bahkan mungkin lebih dari itu. Hingga tunangan bisa dikatakan hanyalah sekedar meningkatkan intensitas “hubungan percobaan” antara pasangan laki-laki dan perempuan sebelum menikah atau sekedar hubungan cinta belaka atau hubungan sesaat. Semuanya hanyalah menjadi bagian “hubungan percobaan” itu, tanpa ada kesepakatan apapun yang dilanggar.

Antara lamaran dan tunangan memang tipis, letak perbedaan yang paling mendasar antara keduanya adalah pada landasan ideologis. Lamaran dilandasi oleh semangat menjalankan syari’at islam, sementara tunangan hanya dilandasi oleh rasa suka dan cinta belaka. Khitbah diatur dengan aturan Islam, sementara tunangan diatur dengan aturan adat dan tradisi belaka. Khitbah terikat dengan moral islam sementara tunangan tidak ada yang mengikatnya. Khitbah lahir dari peradaban islam, sementara tunangan lahir dari peradaban Barat.

Sayangnya banyak kaum muslimin saat ini yang tidak peduli dengan peristilahan yang berkembang di masyarakat. Padahal bermula dari istilah itulah, kemudian tradisi-tradisi yang lain pun akan mengikuti. Kita saksikan perbedaan lagi dalam pelaksanaan lamaran yang islami, biasanya tidak ada perayaan besar-besaran. Kenapa demikian, karena masih disadari bahwa proses ini bisa berlanjut dan bisa pula batal. Tetapi dalam tunangan sebaliknya, justru dilakukan pesta besar, karena merupakan perayaan kesuksesan atas fase pertama, yakni pacaran. Karena dianggap sebagai sebuah kesuksesan, maka selayaknya diadakan pesta perayaan.

Selain perayaan yang ditandai dengan makan-makan, kadang-kadang juga terdapat acara ritual yang diimpor dari budaya Barat seperti tukar cincin dan budaya non Islam lainnya (misalkan memakai pakaian dalam warna tertentu). Dalam Islam tidak dikenal tradisi tukar cincin, lalu saling memakai cincin tanda perkawinan. Jangankan memakai cincin perkawinan, memakai emas saja bagi kaum muslimin dilarang. Rasulullah saw bersabda

عَنْ أَبِي مُوسَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَحَلَّ لِإِنَاثِ أُمَّتِي الْحَرِيرَ وَالذَّهَبَ وَحَرَّمَهُ عَلَى ذُكُورِهَا

Dari Abu Musa, bahwa Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Allah swt menghalalkan bagi wanita umatku emas dan sutera, tetapi mengharamkan bagi laki-laki umatku (HR an-Nasa’i)

Memakai cincin emas bagi laki-laki muslim adalah terlarang. Melakukan tukar cincin juga terlarang, sebab hal tersebut berarti meniru-niru tradisi non muslim. Rasulullah saw bersabda

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Dari Ibnu Umar ra, ia berkata; Rasulullah saw bersabda; Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan mereka (HR Abu Dawud)

Islam tidak pernah mengajarkan pola hubungan seperti tunangan itu. Khitbah dalam islam senantiasa diikat dengan nilai dan moral Islam. Segala bentuk hubungan antara calon lelaki dan calon wanita yang sudah melakukan khitbah adalah sama dengan hubungan laki-laki dan wanita yang tidak terikat khitbah. Hal ini haruslah menjadi perhatian kaum muslimin, agar tidak kehilangan jati diri dan budayanya. Allahu a’lam bish-shawab

Senin, 21 Mei 2012

Hukum Memakai Cincin Kawin/Cincin Pertunangan



http://maulana.web.id/hukum-cincin-pertunangan/



Orang-orang biasa memberikan cincin pertunangan kepada wanita pinangannya. Ia memegang tangan wanita itu, padahal ia masih asing baginya, lalu memakaikan cincin dijari wanita pinangannya. Begitu pula sebaliknya, wanita memakaikan cincin itu dijari peminangnya, bahkan cincin tersebut kadang terbuat dari emas. Biasanya acara ini berlangsung dalam sebuah pesta yang meriah, laki-laki dan wanita bercampur-baur. Ini semua adalah kemungkaran yang nyata terjadi. Di dalam Islam tidak ada khithbah dengan proses seperti itu, sebab tradisi ini berasal dari luar agama Islam (nonmuslim). Sebagian ahli ilmu ada yang berpendapat bahwa ini adalah tradisi Fir’aun, dan sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa ini adalah tradisi kaum Nasrani. Yang perlu diperhatikan bahwa melakukan hal ini sama saja mengikuti tradisi dan sikap kaum kafir.
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda “Barang siapa menyerupai suat kaum, berarti ia termasuk golongan mereka” (Hadis Sahih, riwayat Abu Daud, no. 4031; Ahmad, Vol. 2, hlm. 50. Hadis ini juga dinilai sahih oleh al-Albani rahimahullah, dalam Shahih al-Jami’, no. 6149)
Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Diantara bid’ah yang masuk dari luar dan tradisi buruk yang datang dari negeri kaum kafir dan berlaku di negeri kita adalah tradisi bertukar cincin. Yakni seorang peminang memakaikan cincin dijari peminangnya, sebagai bukti bahwa wanita itu adalah miliknya, dan ia adalah milik wanita itu.”
Tradisi ini menggambarkan aqidah trinitas yang ada dalam agama Nasrani. Saat mempelai pria Nasrani memakaikan cincin di ibu jari kiri istrinya, ia berkata, “Atas nama Bapa”. Kemudian ia memindahkannya ke jari telunjuknya sambil berkata, “Atas nama Putra “. Setelah itu, ia memasukkannya ke jari tengahnya seraya berkata, “Atas nama Ruh Kudus”. Dan ketika membaca “Amin”, ia memasangkan cincinnya di jari manis pasangannya.
Angela Talbott, salah satu staf redaksi majalah The Woman yang terbit di London, edisi 19 Maret 1960, hal 8, ia menjawab pertanyaan “Mengapa cincin pernikahan dipasang di jari manis tangan kiri?”. Angela Talbott menjawab dengan menulis, “Di jari manis tangan kiri ini ada satu syaraf yang berhubungan langsung dengan jantung. Asal muasal lain dari tradisi ini adalah, saat mempelai pria memasukkan cincin di ibu jari kiri istrinya, ia mengucapkan, ‘Atas nama bapa’. Kemudian sambil memasukkan dijari telunjuknya , ia berkata, ‘Atas nama Putra’. Dan saat memasang di jari tengahnya, ia berkata, ‘Atas nama Ruh Kudus’. Terakhir, ia memasangkannya di jari manis istrinya hingga tetap di sana seraya mengucapkan, ‘Amin’”. (Syaikh al-Albani rahimahullah, Adab az-Zifaf, hlm. 212-213)
Syaikh Ibnu Utsaimin berpendapat bahwa hukum memakai cincin pertunangan ini paling sedikit adalah makruh, sebab ini adalah tradisi yang diambil dari nonmuslim. Setiap muslim hendaknya menjauhi dari tradisi ini. Jika hal ini diikuti keyakinan bahwa cincin pertunangan dapat memperkuat hubungan suami istri, sebagaimana diyakini orang-orang, hukumannya lebih berat karena masalah cincin tidak ada hubungannya dengan masalah hubungan suami istri.
Pasangan suami istri yang mengenakan cincin pertunangan atau pernikahan, pada kenyataannya ada yang masih bisa berpisah dan bercerai. Sebaliknya hal ini kadang tidak terjadi pada pasangan yang tidak memakai cincin pertunangan atau pernikahan, bahkan hidup mereka tetap harmonis dan langgeng. (Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, hlm 362)
Syaikh Shalih al-Fauzan rahimahullah mengatakan bahwa memakai emas bagi kaum lelaki, dalam bentuk cincin atau yang lain, hukumnya haram karena Nabi s.a.w. telah mengharamkan emas bagi kaum laki-laki umatnya.
Beliau pernah melihat seorang lelaki mengenakan cincin emas, lalu beliau melepas dari tangannya. Beliau bersabda “Seseorang dari kalian sengaja mengambil sepotong bara api neraka, lalu menaruhnya di jari tangannya” (Hadits sahih, riwayat muslim, Kitab al-Libas wa az-Zinah, no. 2090)
Jika saat memakai cincin pertunangan atau cincin  pernikahan diikuti keyakinan bahwa cincin itu dapat mempengaruhi hubungan suami istri, ini termasuk kemusyrikan. Karena menganggap bahwa cincinlah yang menentukan kelanggengan hubungan suami istri, padahal tak ada daya dan upaya melainkan dengan Allah. (Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah. Hlm. 363)
Daftar Pustaka:
Syaikh Mahmud al-Mashri, “az-Zawaj al-Islami  as-Sa’id”

#wallahu'alam bishowab